Waktu Sholat di Daerah Kutub
- 15.28
- by
- Unknown
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
shalat adalah kewajiban individual bagi setiap muslim mukallaf. Urgensi shalat bagi seorang muslim, shalat adalah tiang agama. Dalam menunaikan kewajiban shalat,kaum muslimin terikat pada waktu-waktu yang sudah ditentukan. Sebagaimana firman allah SWT :
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemdian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman(QS. An-Nisa : 103)
shalat adalah kewajiban individual bagi setiap muslim mukallaf. Urgensi shalat bagi seorang muslim, shalat adalah tiang agama. Dalam menunaikan kewajiban shalat,kaum muslimin terikat pada waktu-waktu yang sudah ditentukan. Sebagaimana firman allah SWT :
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemdian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman(QS. An-Nisa : 103)
Konsekuensi logis dari ayat ini
adalah shalat (lima waktu) tidak bisa di lakukan dalam sembarang waktu,tetapi
harus mengikuti atau berdasarkan dalil-dalil baik dari alqur’an maupun
al-hadist. Dalam penentuan waktu shalat, data astronomi terpenting adalah
posisi matahari dalam koordinat horizon, terutama ketinggian atau jarak zenith.
Fenomena yang dicari kaitannya dengan posisi matahari adalah fajar (morning
twiight),terbit,melintasi meridian, terbenam dan senja ( evening twilght)[1]
Akibat pergerakan semu matahari
23,5˚ ke Utara dan 23,5˚ ke selatan selama periode 1 tahun waktu-waktu tersebut
bergeser darihari-kehari. Akibatnya saat Waktu shalat juga mengalami perubahan
oleh sebab itulah jadwal waktu shalat disusun kurun waktu selama 1 tahun dan
dapat dipergunakan lagi pada tahun berikutnya. Selain itu posisi atau letak
geografis serta ketinggian tempat juga mempengaruhi kondisi-kondisi tersebut di
atas.
Dalam aplikasinya, didaerah yang secara geografis adalah kawasan normal seseorang tidak akan mengalami kesulitan dalam menjalankannya. Waktunya telah terjadwal secara pasti dan teratur. Namun hal ini akan berbeda bila kita melihat kondisi didaerah abnormal atau kutub ( utara / selatan). Karena secara geografis disana termasuk kawasan beriklim ekstrim. Didaerah abnormal,adakalanya waktu siang lebih pendek dari waktu malamnya dan adakalanya pula waktu malam lebih pendek dari waktu siang. Sedangkan didaerah kutub disana matahari tidak melintas diatas kepala selama enam bulan penuh, lamanya siang dan malam mencapai 6 bulan atau setengah tahun.
1.2 Rumusan Masalah :
Bagaimana cara menentukan waktu shalat di daerah yang geografis memiliki iklim yang abnormal dan bagaimana pula penentuan waktu shalat di kutub Utara dan Selatan
Dalam aplikasinya, didaerah yang secara geografis adalah kawasan normal seseorang tidak akan mengalami kesulitan dalam menjalankannya. Waktunya telah terjadwal secara pasti dan teratur. Namun hal ini akan berbeda bila kita melihat kondisi didaerah abnormal atau kutub ( utara / selatan). Karena secara geografis disana termasuk kawasan beriklim ekstrim. Didaerah abnormal,adakalanya waktu siang lebih pendek dari waktu malamnya dan adakalanya pula waktu malam lebih pendek dari waktu siang. Sedangkan didaerah kutub disana matahari tidak melintas diatas kepala selama enam bulan penuh, lamanya siang dan malam mencapai 6 bulan atau setengah tahun.
1.2 Rumusan Masalah :
Bagaimana cara menentukan waktu shalat di daerah yang geografis memiliki iklim yang abnormal dan bagaimana pula penentuan waktu shalat di kutub Utara dan Selatan
BAB 1I
PEMBAHASAN
2.1
.Waktu
Sholat di Daerah Kutub
2.2 Kondisi Alam Daerah
Kutub
Ada
4 posisi ( musim) kedudukan matahari di kutub-kutub[2]
a.
MARCH EQUINOX ( March
21) kedudukan matahari 0˚
b.
DECEMBER SOLSTICE (
December 22 ) kedudukan mataharinya 23 1/2˚ S
c.
SEPTEMBER EQUINOX
(Sept. 23) kedudukan mataharinya 0˚
d.
JUNE SOLSTICE (June 21)
kedudukan mataharinya 23 1/2˚ N
Maka akan sulit untuk
menentukan waktu shalat pada daerah kutub ini melihat kondisi alamnya yang
tidak memungkinkan untuk mengacu pada kedudukan matahri sebagaimana yang
tersebut dalam QS. An-Nisa’: 103
2.2 Pandangan Para Ahli
Dalam Penentuan Waktu Shalat di Daerah Kutub[3]
Untuk menentukan waktu-waktu shalat di daerah kutub para sarjana muslim menguraikan sebagai berikut :
Untuk menentukan waktu-waktu shalat di daerah kutub para sarjana muslim menguraikan sebagai berikut :
1. Saadoe’ddin Djambek
Untuk penentuan waktu shalat di daerah kutub dapat diqiyaskan dengan orang yang tertidur atau pingsan. Beliau mengeruaikan : “ Perubahan syafak merah di langit bagian barat menjadi fajar di langit bagian Timur., berlaku secara tiba-tiba, boleh di katakan tanpa suasana peralihan, jadi tanpa disadari. Keadaannya boleh di umpakan seperti hal seorang, yang tertidur di waktu maghrib lalu terbangun di waktu subuh, atau yang pingsan di waktu maghrib setelah menunaikan shalat dan siuman di waktu shubuh sehingga adanya waktu isya, tidak di sadarinya. Ilmu fiqh mengajarkan, bahswa dengan keadaan yang demikian orang yang bersangkutan terbangun atau sadar kembali,wajib segera melakukan shalat isya, setelah itu shalat shubuh.[4]
2. Hamidullah
Dalam bukunya yang berjudul Introduction to Islam, Hamidullah
berpendapat bahwa penentuan waktu shalat di daerah yang lintangnya melebihi 45˚
Utara atau Selatan dapat menggunakan daerah yang memiliki lintang 45˚ saja dan
bujurnya tidak berubah. Contohnya Bandar oslo di Norway (φ= 59,5˚ LU, λ=10,45˚
BT) waktu shalat yang digunakan adalah waktu yang posisi geografisnya
φ=45˚LU,φ=10,45˚BT.
3
Majelis Syari’ah
Rabitah al-‘Alam al-Islamy (1982)
Majelis ini berpendapat bagi kawasan yang pada bulan-bulan tertentu mengalami siang selama 24 jam sehari/ sebaliknya, maka jadwal shalat di sesuaikan dengan kawasan yang terdekat. Kawasan yang tidak mengalami hilangnya mega merah maka untuk menentukan waktu isya dan shubuh berdasarkan waktu (musim) sebelumnya yang dapat membedakan mega merah saat maghrib dan mega merah saat shubuh. Sementara itu kawasan yang masih mengalami pergantian malam dan siang dalam satu hari, meski panjang siang sangat singkat sekali atau sebaliknya, maka waktu shalat tetap sesuai dengan aturan baku dalam syari’at Islam.
Majelis ini berpendapat bagi kawasan yang pada bulan-bulan tertentu mengalami siang selama 24 jam sehari/ sebaliknya, maka jadwal shalat di sesuaikan dengan kawasan yang terdekat. Kawasan yang tidak mengalami hilangnya mega merah maka untuk menentukan waktu isya dan shubuh berdasarkan waktu (musim) sebelumnya yang dapat membedakan mega merah saat maghrib dan mega merah saat shubuh. Sementara itu kawasan yang masih mengalami pergantian malam dan siang dalam satu hari, meski panjang siang sangat singkat sekali atau sebaliknya, maka waktu shalat tetap sesuai dengan aturan baku dalam syari’at Islam.
4
Seminar Islam di
Islamic Centre, London (Mei 1984)
Setelah melakukan kajian dari aspek syar’I dan sains, seminar ini memutuskan hal-hal sebagai berikut :
Setelah melakukan kajian dari aspek syar’I dan sains, seminar ini memutuskan hal-hal sebagai berikut :
v Bagi
wilayah yang masih mengalami pergantian siang dan malam secara jelas, waktu
shalat di dasarkan sesuai ketentuan syara’
v Kawasan
yang tidak mengalami hilangnya mega merah (syafaqul
ahmar ) Maka untuk menentukan wakti Isya dan shubuh berdasarkan lintang
48˚Utara atau Selatan
v Bagi
mereka yang kesulitan menunggu waktu Isya karena tidak mengalami hilangnya mega
merah dapat melakukan jamak Taqdim antara shalat maghrib dan isya.
5
Majelis Fatwa al-Azhar
asy-Syarif
v Pada
daerah-daerah yang tidak teratur masa siang dan malamnya, dilakukan dengan cara
menyamakan waktunya dengan daerah dimana batas waktu siang dan malam setiap
tahunnya tak jauh berbeda(teratur). Misalnya mengikuti Saudi Arabia
Fatwa ini di dasarkan pada hadis Nabi SAW. Ketika menanggapi pernyataan sahabat tentang kewajiban shalat di daerah-daerah yang harinya menyamai seminggu atau sebulan bahkan setahun. Wahai Rasulullah, bagaimana dengan daerah yang satu harinya( sehari semalam) sama dengan satu tahun, apakah cukup dengan sekli shalat saja, Rasulullah “tidak” tapi diperkirakanlah sebagaimana kadarnya (hari-hari biasa). ( HR. Muslim)[5]
Fatwa ini di dasarkan pada hadis Nabi SAW. Ketika menanggapi pernyataan sahabat tentang kewajiban shalat di daerah-daerah yang harinya menyamai seminggu atau sebulan bahkan setahun. Wahai Rasulullah, bagaimana dengan daerah yang satu harinya( sehari semalam) sama dengan satu tahun, apakah cukup dengan sekli shalat saja, Rasulullah “tidak” tapi diperkirakanlah sebagaimana kadarnya (hari-hari biasa). ( HR. Muslim)[5]
6
Dr. Thomas Djamaluddin
Menurut thomas djamaluddin[6] dalam bukunya Menggagas Fiqh Astronomi,Untuk daerah dengan Lintang lebi dari 48˚C pada musim senja dan fajar bersambung(continous twilight) sehingga waktu Isya dan subuh di qiyaskan(disamakan)pada waktu normal sebelumnya.[7]
Kemudian beliau berpendapat bahwa di Lintang 45˚, pada musim panas,fajar sekitar pukul. 01.06 dan maghrib pukul.19.52 di lintang 60˚, pada musim panas senja bersambung fajar kondisi tidak normal (tidak ada gelap malam) waktu isya mengikuti waktu normal sebelumnya (berdasarkan jam). Fajar pukul 00.34 dan maghrib 21.29.
sedangkan di lintang 70˚ pada musim panas, senja bersambung dengan fajar (tidak ada batasan waktu isya dan shubuh)dan matahari tidak pernah terbenam(tidak ada batasan waktu magrib). Dan pada musim dingin matahari selalu di bawah ufuk( tidak ada batasan waktu dzuhur,ashar,dan magrib). Untuk mendapat gambaran yang jelas tentang perkembangan waktu sholat seluruh dunia, kita tinjau tanggal 1 januari yang deklinasi mataharinya 23˚ selatan. Waktu itu adalah pertengahan musim dingin dibelahan bumi utara dan pertengahan musim panas di belahan selatan. Waktu yang digunakan ialah waktu surya untuk mempermudah memperoleh ikhtisar karena menurut waktu surya matahari berkulminasi atas tepat pukul 12.00 dan berkulminasi bawah tepat pukul 24.00
Menurut thomas djamaluddin[6] dalam bukunya Menggagas Fiqh Astronomi,Untuk daerah dengan Lintang lebi dari 48˚C pada musim senja dan fajar bersambung(continous twilight) sehingga waktu Isya dan subuh di qiyaskan(disamakan)pada waktu normal sebelumnya.[7]
Kemudian beliau berpendapat bahwa di Lintang 45˚, pada musim panas,fajar sekitar pukul. 01.06 dan maghrib pukul.19.52 di lintang 60˚, pada musim panas senja bersambung fajar kondisi tidak normal (tidak ada gelap malam) waktu isya mengikuti waktu normal sebelumnya (berdasarkan jam). Fajar pukul 00.34 dan maghrib 21.29.
sedangkan di lintang 70˚ pada musim panas, senja bersambung dengan fajar (tidak ada batasan waktu isya dan shubuh)dan matahari tidak pernah terbenam(tidak ada batasan waktu magrib). Dan pada musim dingin matahari selalu di bawah ufuk( tidak ada batasan waktu dzuhur,ashar,dan magrib). Untuk mendapat gambaran yang jelas tentang perkembangan waktu sholat seluruh dunia, kita tinjau tanggal 1 januari yang deklinasi mataharinya 23˚ selatan. Waktu itu adalah pertengahan musim dingin dibelahan bumi utara dan pertengahan musim panas di belahan selatan. Waktu yang digunakan ialah waktu surya untuk mempermudah memperoleh ikhtisar karena menurut waktu surya matahari berkulminasi atas tepat pukul 12.00 dan berkulminasi bawah tepat pukul 24.00
2.3 Kondisi daerah Musim Panas ( Kutub Selatan )
·
Siang lebih panjang
dari pada malam
·
Lintang 66˚, Matahari
tidak terbit dan tidak terbenam,siang hari berlangsung 24 jam
penuh ( karena tidak ada malam,maka shalat magrib, isya dan shubuh dilaksanakan sebelum shalat dzuhur)
penuh ( karena tidak ada malam,maka shalat magrib, isya dan shubuh dilaksanakan sebelum shalat dzuhur)
·
Lintang 83˚ , tidak ada
waktu ashar karena lingkaran edar matahari hampir benar-benar sejajar dengan
lingkaran ufuk.
·
Yang bertahan sampai di
kutub selatan hanya waktu dzuhur. Karena dekat ekali dengan kutub, sebenarnya susah
menentukan posisi matahari pada waku dzuhur. Karena matahari kelihatan berputar
di sekeliling kita.
Kondisi daerah Musim Dingin (Kutub Utara)
Ø Malam
lebih panjang dari pada siang, semakin ke Utara semakin pendek siangnya dan
malam semakin panjang.
Ø Lintang
68˚, matahari tidak terbit dan tidak terbenam, tidak ada waktu dzuhur, ashar,
maghrib. Malam hari panjangnya 24 jam
BAB III
PENUTUP
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bagi daerah kutub yang abnormal dan ekstrim, maka melaksanakan kewajiban shalat 5 waktu di perincikan sebagai berikut :
1.
Hukum kawasan I (
45-48˚LU-LS )
Dalam menentukan waktu shalat hendaknya penduduk di daerah menyesuaikan dengan waktu-waktu yang disyaratkan( mengikuti perederan Matahari ).
Dalam menentukan waktu shalat hendaknya penduduk di daerah menyesuaikan dengan waktu-waktu yang disyaratkan( mengikuti perederan Matahari ).
2. Hukum kawasan II ( 48-66˚ LU-LS )
Waktu shalat isya dan fajar adalah dianalogikan dengan waktu terdekat, Mengusulkan agar disamakan dengan waktu pada daerah 45˚.
Waktu shalat isya dan fajar adalah dianalogikan dengan waktu terdekat, Mengusulkan agar disamakan dengan waktu pada daerah 45˚.
3. Hukum
Kawasan III ( 66˚-up LU-LS )
Penentuan waktu shalat dikira-kirakan dengan waktu pada kawasan I ( 45˚). Sederhananya bisa dikira-kira berapa jam jarak antara Shubuh-Dzuhur-Ashar-Maghrib-Isya.
sedangkan lainnya penentuan waktu shalat didasarkan pada daerah terdekat atau disesuaikan dengan Makkah dan Madinah ( Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq )
Penentuan waktu shalat dikira-kirakan dengan waktu pada kawasan I ( 45˚). Sederhananya bisa dikira-kira berapa jam jarak antara Shubuh-Dzuhur-Ashar-Maghrib-Isya.
sedangkan lainnya penentuan waktu shalat didasarkan pada daerah terdekat atau disesuaikan dengan Makkah dan Madinah ( Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq )
PENUTUP
Demikian makalah yang kami uraikan. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak kesalahan dalam penulisan dan pemaparan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, dan menambah keyakinan kita kepada Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Azhari,
Susiknan, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah
Islam dan Sains, Modern, cet II,
Yogyakarta : Suara Muhammadiyyah,2007
Ø Djamaluddin,
Thomas , Menggagas Fiqh Astronomi Telaah
Hisab Rukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya, cet I, Bandung :
Kaki Langit, 2005
Ø Djambek,
Saadoe’ddin, shalat dan puasa di Daerah
Kutub, cet I , ( Jakarta : Bulan Bintang, 1974 )
KATA
PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan Rahmad-Nya, kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah mashailul fiq.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam dalam penusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan , dorongan dan kerja sama anatara kami. Terutama pertolongan dari Allah SWT sehingga kendala yang kami hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar kita semua dapat memperluas ilmu tentang Waktu Shalat di Daerah Kutub , yang Kami dapatkan dari berbagai Sumber Informasi, serta berbagai buku. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya bagi Mahasiswa/Mahasiswi PAI Universitas Muhammadiyyah Sumatra Utara. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari Bapak Penguji dan Teman-Teman, demi baiknya penulisan dimasa yang akan datang.
[1] Thomas Djamaluddin, Menggagas
fiqh Astronomi Telaah Hisab Rukyat dan Pencarian Solusi
Perbedaan Hari Raya,
cet I, Bandung : Kaki Langit, 2005, hal. 137
[2] http: // archive. Kassus. Us/
[3] Susiknan Azhari, Ilmu Falak
Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, cet II, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyyah, 2007,hal. 70-71
[4] Saadoe’ddin Djambek, Shalat dan
Puasa di Daerah Kutub, cet I , Jakarta : Bulan Bintang, 1974
[5] www.eramuslim.com
[6] Peneliti Utama Astronomi-astrofisika,LAPAN,Anggota Badan Hisab Rukya
Jwa Barat, Anggota Badan Hisab Rukyat Depag RI
[7] Thomas Djamaluddin,op.cit hal. 139
0 komentar:
Posting Komentar